Jika anak Anda memiliki kelemahan, ajari mereka untuk mengubahnya menjadi sebuah kekuatan! Satu-satunya kegagalan adalah tidak mencoba.
-Kevin Heath-
“BELAJAR SESUAI DENGAN KEHEBATAN ANAK”
Kisah ajaib di siang suntuk saat jemput sekolah.
Azka : ” Pa, tadi lomba renang. I get urutan ke 5!!!”
Me : ” Woooow, I’m so proud of you. You are amazing!!!!”
Azka : ” Yeaaaaaay”
Ibu x : “Mas Ded, yang tanding kan per 6 orang. Masak anaknya urutan ke 5 malah bangga. Anak saya aja urutan ke 3 saya bilang payah. Nanti malas, Mas Ded.”
Me : “Hahaha, iya yah. Wah, saya soalnya waktu kecil diajari ayah & ibu saya kalau tujuan renang itu yah supaya gak tenggelam aja sih. Bukan supaya duluan sampe tembok. Hehehe”
Ibu x : “Ah Mas Ded bisa aja. Jangan gitu mas ngajar anaknya. Bener deh nanti malas.”
Me : “Hahah, Azka gak malas kok mbak. Tenang aja, kemarin mathnya juara 3, catur nya lawan saya aja saya kalah sekarang. Eh, anu Mbak, saya juga gak masalah punya anak malas di hal yang dia gak bisa atau gak suka. Yang penting dia usaha. Daripada anak rajin tapi stress punya ibu yang stress juga marahi anaknya karena cuma dapat juara 3 lomba renang.”
Ibu x : “Hehehe, Mas, saya jalan dulu yah.”
Me : “Gak renang aja, Mbak?”
Senyap……
Ya, ini kejadian benar dan tidak diubah-ubah.
Apa sih yang sebenarnya terjadi secara gamblang?
Tahukah si ibu kalau Azka luar biasa di catur nya?
(Penting? NO!! Sama dengan Renang)
Atau Azka juga mendalami bela diri yang cukup memukau dibanding anak seusianya.
Atau.. Azka.. Atau Azka…
Banyak kelebihan Azka..
Sama dengan kalian.
Banyak kelebihan yang kalian punya. Artinya banyak kelemahan yang kalian punya juga.
Tapi, apabila para orang tua memaksakan kalian sempurna di semua bidang dan menerapkannya dengan paksaan, maka hanya akan terjadi 2 hal.
1. Si anak stress dan membenci hal itu.
2. Si anak sukses di hal itu dan membenci orang tuanya (Michael Jackson contohnya)
Yuk, kita lihat apa yang baik di diri anak kita. (bila anda orang tua)
Yuk, kita komunikasikan apa yang kita suka (bila kita anak tersebut)
Mengajari dengan kekerasan tidak akan menghasilkan apapun. Memarahi anak karena pelajaran adalah hal yang bodoh.
Saya sampai sekarang masih bingung, mengapa naik kelas atau tidak naik kelas adalah hal yang menjadi momok bagi orang tua (kecuali masalah finansial).
Siapa sih yang menjamin naik kelas jadi sukses kelak?
Saya…
Saya 2 kali tidak naik kelas…
Yes, i am. Proudly to say.
Ayah saya ambil raport. Merah semua.
Dia tertawa, “Kamu belajar sulap tiap hari, kan? Sampai gak belajar yang lain.”
Me, “Iya, Pa.”
“Sulapnya jago. Belajarnya naikin yuk.. Gak usah bagus. Yg penting 6 aja nilainya. Ok?
Pokoknya kalau nilai nya kamu 6, Papa beliin alat sulap baru. Gimana?”
Wow… My target is 6…..
Not 8.. Not 9…
NOT 10!!!!
It’s easy….. Its helping… Its good communication between me and my father….
Its a GOOD Deal…
Dan Ibu saya? Mendukung hal itu.
Apa yang mereka dapat saat ini?
Anaknya yang nilainya tidak pernah lebih dari 6/7 tetap sekolah. Kuliah.
Jadi dosen tamu .. Mengajar di beberapa kampus.
Oh.. Anaknya…
Become one thing they never imagine…
World Best Mentalist
Apa yang terjadi kalau saat itu saya dihukum. Dimarahi. Dilarang lagi bermain sulap?
Apa? Maybe I be one of the people working on bus station.
(other Bad… Not Great)
Yuk, stop memarahi anak karena pelajarannya. Karena keunikannya.
Kita cari apa yang mereka suka.
Kita dukung.
You never know what it will bring them in the future.
Might indeed surprise you.
–Deddy Corbuzier–
Nah begitulah kisah singkat yang sangat menginspirasi ini.
Mudah – mudahan ayah dan bunda sekalian bisa mendapatkan banyak pelajaran dari kisah singkat ini.
Salam Hangat, MyHayra Team
Sumber : http://stifinsukabumi.com
Leave a reply