Salah satu sifat seorang mukmin yang disebutkan dalam ayat ini adalah ‘Iffah, yaitu menahan diri dari segala yang dibolehkan namun dikhawatirkan bisa menjerumuskan seseorang kepada hal yang haram. Maka berdasarkan konteks ayat di atas, seseorang yang berkeinginan untuk menikah tetapi belum memiliki kemampuan maka ia harus bersikap ‘iffah.
Nasihat bijak bagi yang mau menikah:
Menikahlah…
bukan karena engkau menginginkannya…
tapi karena engkau membutuhkannya…
Lantas bagaimana kita mengetahui perbedaan antara ingin nikah dengan butuh nikah, sementara seseorang belum memiliki kecukupan?
Maka nasihat di atas berlanjut,
Menikahlah,
saat kaki kita sudah menginjak puncak ruhaniyahnya…
Apa yang dimaksud dengan puncak ruhaniyah? Seseorang yang mencapai puncak ruhaniyah adalah ketika orientasi hidupnya berupa kebahagiaan dan kemuliaan akhirat. Setiap aktivitas yang dilakukannya telah dipersembahkan untuk Allah dan dirinya semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagai contoh, ketika terdapat seseorang yang mau menikah tetapi masih memiliki penglihatan yang “jelalatan” maka sebenarnya ia baru berkeinginan menikah. Yang baik baginya adalah berusaha melatih dirinya menjadi seseorang yang memiliki sifat “iffah agar memperoleh puncak ruhaniyahnya. Ketika seseorang memaksanakan diri untuk menikah, sementara ia belum memiliki sifat ‘iffah maka dikhawatirkan ketika ia sudah menikah kebiasaan buruknya terus berlanjut.
Buah dari seseorang yang mampu melaksanakan sifat ‘iffah, Allah akan mengkaruniakan pada pernikahannya menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Kita sering mendengar dan mengucapkan 3 kata sakti ini ketika mendo’akan para pengantin, namun apakah kita telah mengetahui makna ketiga kata sakti tersebut?
Sakinah secara bahasa berarti tenang, tentram. Keluarga sakinah adalah keluarga yang tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Karena tujuan/orientasi keluarga yang sakinah adalah kebahagiaan dan kemuliaan akhirat. Ia senantiasa memandang biasa urusan dunia tetapi memandang luar biasa urusan akhirat. Yang luar biasa dalam hidup kita adalah apa saja yang menimbulkan akibat bagi kehidupan akhirat.
Sebagai contoh, kita akan memandang biasa (tidak marah) ketika ada seseorang yang meminjam sepeda motor kita dan kembali dalam keadaan tergores benda tumpul. Tetapi kita akan memandang luar biasa ketika pada hari ini tidak melaksanakan sholat tahajud.
Mawaddah, secara bahasa berarti cinta. Mawaddah adalah cinta yang membuat kita dan yang kita cintai semakin mencintai Allah ta’ala. Pasangan yang dikaruniakan mawaddah oleh Allah ketika mereka saling mencintai karena Allah semata.
Rahmah, secara bahasa berarti kasih sayang. Rahmah merupakan kasih sayang yang tulus, kasih sayang yang diberikan kepada orang lain bukan karena ingin dibalas. Maka orang yang dikaruniakan sifat rahmah, ia akan merasa sangat bahagia ketika ia bisa membahagiakan orang lain. Rahmah akan menjadikan pertemuan keluarga sebagai pertemuan hati penuh arti sarat makna.
Salam Hangat, MyHayra Team
Sumber : www.facebook.com/notes/rizki-kuncoro-hadi
Leave a reply